Kronologi Penyerbuan Cebongan Versi Kontras |
TEMPO.CO , Jakarta: Komisi Untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) telah memantau tempat penembakan di Lembaga Pemasyarakatan
Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari hasil pantauan
lapangan, Kontras menyimpulkan aksi penembakan terencana dan dilakukan
profesional.
»Penembakan itu rapi, cepat, dan
terencana. Pelaku dibekali dengan banyak informasi,” kata Koordinator Kontras
Haris Azhar kepada wartawan, Ahad 24 Maret 2013.
Peristiwa penembakan tersebut
terjadi pada Sabtu 23 Maret, sekitar pukul 00.30 dini hari. Sekitar 17 orang
menerobos masuk penjara Cebongan. Pelaku menggunakan baju sipil, berompi,
bercelana panjang, sebagian bercelana jins, dan memakai penutup muka.
Malam itu penjara hanya dijaga oleh
delapan sipir, dua di antaranya berjaga di meja piket bagian depan. Haris
mengatakan saat peristiwa terjadi, situasi di sekitar penjara sepi.
Lokasinya memang sedikit jauh dari jalan utama. Penjara itu, kata Haris,
dikelilingi oleh sawah dan kebun. Hanya ada beberapa rumah warga di dekat
penjara, dua di depan, dan satu di samping. Rumah di bagian depan penjara pun
belum selesai dibangun. »Di lokasi atau jalan di depan tidak terlihat lampu
yang bisa menerangi,” katanya.
Pelaku merangsek mulai masuk ke area
penjara sekitar pukul 00.30. Berdasakan keterangan saksi di lokasi, saat
kejadian terlihat ada tiga truk di dekat penjara. Namun tak bisa dipastikan
apakah ketiga truk tersebut terkait dengan penyerangan.
Untuk menembus penjagaan penjara,
pertama-tama, seorang di antara pelaku mengaku sebagai aparat Kepolisian Daerah
Yogyakarta yang hendak mengambil tahanan dari dalam penjara. Ia datang dan
berbicara pada petugas piket yang berjaga di area depan penjara.
Haris mengatakan, ada dua lapis
penjagaan di dalam penjara, lapis dalam dan lapis luar. Lapis pertama adalah
gerbang yang memisahkan bagian piket penjara dengan pekarangan luar. Pelaku
yang bepura-pura berasal dari aparat kepolisian menunjukkan surat kepada
petugas piket, mengatakan ingin berkoordinasi dengan empat tahanan yang jadi
sasaran.
Petugas piket kemudian memanggil
kepala keamanan. Sesaat setelah kepala keamanan datang, pintu gerbang dibuka.
Saat itulah belasan pelaku lain merangsek masuk. Mereka menggunakan senjata
laras panjang dan menodongkannya ke penjaga. Sebagian di antaranya masuk ke
penjagaan lapis dalam sembari menodong dan menyandera sipir. »Tindakan ini juga
disertai ancaman pengeboman,” kata Haris.
Menurut pengakuan Sukamto, Kepala
Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, anak buahnya sempat dianiaya dan diseret oleh
pelaku. Terlihat dari bercak darah di lantai penjara. »Bercak darah ada sampai
lantai dua,” kata Haris.
Beberapa pelaku menanyakan pada
sipir di sel mana empat sasaran mereka ditempatkan. Beberapa penjaga tidak tahu
di mana empat tahanan yang baru sehari diserahkan oleh Polda tersebut. »Sipir
dipaksa mengaku dengan dianiaya,” kata Haris.
Akhirnya ada penjaga yang mengetahui
di mana empat tahanan itu berada. Sasaran berada di sel 5a. Pelaku mengambil kunci-kunci
sel dan diserahkan pada penjaga yang mengetahui keberadaan sasaran.
Setibanya di sel 5a, pelaku
menemukan ada 35 tahanan berada di sana. Mereka ditanya mana yang merupakan
pelaku pembunuhan Sersan Satu Santoso. »Terjadi kepanikan di dalam
sel, hingga akhirnya empat orang terpisah dari tahanan lainnya,” kata Haris.
Setelah terpisah, salah seorang
pelaku memberondong sasaran dengan peluru. Empat orang tewas di dalam sel.
Mereka adalah Hendrik Benyamin Sahetapy alias Diki, Yohanis Juan Manbait alias
Juan, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu alias Adi, dan Adrianus Chandra Galaja
alias Dedi.
»Yang eksekusi hanya satu orang,”
ujar Haris. »Ini seperti operasi buntut kuda. Yang menerobos banyak, semakin
dekat dengan sasaran semakin sedikit, dan yang mengeksekusi hanya satu orang,”
ujarnya.
Seusai menghabisi sasaran, pelaku
meminta penjaga menunjukkan tempat kontrol Closed Circuit Television (CCTV) berada.
Petugas mengatakan tempat kontrol ada di ruangan Kepala Lapas di lantai dua.
»Pintu lalu didobrak dan CCTV diambil,” katanya.
Haris mengatakan rentetan
penyerangan hanya dilakukan dalam waktu 15 menit. Salah seorang di antara
pelaku ada yang berperan sebagai penjaga waktu. »Saksi mengatakan ada
satu pelaku yang berulang-ulang melihat jam di tangannya,” katanya.
Kontras merangkum kronologi kejadian
berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang berada di tempat kejadian, di
antaranya adalah kepala penjara Sukamto. Kontras juga menyambangi penjara
Cebongan sehari setelah kejadian.
ANANDA BADUDU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar