Jumat, 06 Mei 2016

"MH THAMRIN" GURU PARA POLITISI Oleh : D. Abdul Azis Khafia

Blog Ki Slamet 42 : Poleksosbuda
Jumat, 06 Mei 2016 - 15:37 WIB

Image "Lukisan MH Thamrin ( Foto: Google )

MOHAMMAD HUSNI THAMRIN:"GURU PARA POLITISI"
Oleh :  Dr. Abdul Azis Khafia (Anggota DPD-RI/MPR-RI/Senator Provinsi DKI Jakarta)

 
Dr. Abdul Azis Khafia
Mungkin sebagian besar warga Jakarta sangat mengenal Jalan Mohammad Husni Thamrin, jalan Protokol sebagai salah satu sentra bisnis penting di Ibukota, namun tak banyak yang mengenal lebih dalam sosok pahlawan nasional dari Betawi ini. Mungkin juga tidak ada yang “ngeh” (sadar-red) Patung Muhammad Husni Thamrin berdiri kokoh di jalan ujung Jalan Merdeka Selatan. Persis menghadang air mancur patung kuda, patung PerungguMH. Thamrin ini diresmikan Gubernur Fauzi Bowo pada tahun 2012. Mungkin juga tidak banyak yang tau, Museum Mohammad Husni Thamrin yang terletak di Jalan Kenari II, Jakarta Pusat, museum yang berada di perkampungan, akses jalannya pun agak sulit karena berada di tengah sentra bisnis kenari, yang menyedihkan adalah akses masuk ke Museum terdapat tempat pembuangan sampah Yat cukup mengganggu.

MH Thamrin lahir pada 16 Febuari 1894, dalam tubuh Thamrin mengalir darah Inggris, karena kakeknya orang tua Thamrin, orang Inggris yang menikah dengan Noeraini gadis Betawi. Ayahnya bernama Thamrin Mohammad Thabrie, seorang wedana Batavia pada 1908. Meski anak seorang birokrat kaya, Thamrin kecil tidak bertingkah layaknya anak “gedongan”, masa kecilnya ia habiskan bermain dengan anak-anak kampung di kali, selain berpendidikan Belanda, Thamrin ternyata merupakan murid dari Habib Ali Al Habsy Kwitang. Rupanya ketika itu ia banyak bermain dengan teman-temannya, ia melihat langsung betapa sulitnya pribumi, terjajah dan tertindas, kondisi lingkungan kampung yang memprihatibkan dengan berbagai penyakit yang menjangkiti, kelak “kesadaran” itulah yang membentuk mental perjuangan MH Thamrin.

Perjuangan di Gemeenteraad

Sebagai pemuda yang secara finansial cukup, fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan seorang pegawai Pelayaran KMP Besar, tak menyulitkan Thamrin untuk dekat dengan sejumlah tokoh politik, ia dekat dengan Van Der Zee yang akhirnya mendorong Thamrin ke dunia politik. Pada Pemilihan 23 September 1919 ia terpilih sebagai Anggota Dewan Gemeenteraad. Dengan kecakapan dan kewibawaannya berpidato MH Thamrin berhasil mencuri perhatian, pertebatan dan ketajaman MH Thamrin acap kali menyudutkan Pemerintah ke posisi yang sulit sehingga Pemerintah kewalahan untuk menjawab.

Yang mengagumkan adalah, menurut notulensi sidang di  Dewan Kotapraja 1920-1940, dapat diketahui bagaimana sepak terjang MH Thamrin dalam perjuangan di tingkat lokal maupun regional, ia banyak mengangkat kesulitan hidup penarik gerobak, kusir, penjaja makanan keliling, pengemis, serta sekolah bagi rakyat melarat, oleh Thamrin ditampilkan kepermukaan baik di forum dewan maupun di luar forum dewan, hal ini yang tidak dilakukan Anggota Dewan lainnya. Tahun kedua ia menjabat sebagai Anggota Dewan, pada tanggal 7 Maret 1921. MH Thamrin menyampaikan kritik keras dan tajam mengenai cara pendekatan dewan, kritik itu didukung oleh Reolof Schootmant teman Thamrin, bahwa Dewan tidak pernah memperhatikan kampung-kampung di Batavia dan tidak perduli terhadap masalah-masalah sosial di perkampungan, jalan-jalan utama dan jalan-jalan di perumahan elit Menteng yang begitu bagus ternyata begitu kontras perbedaannya dengan jalan-jalan di gang-gang kampung, hal ini diperkuat oleh Van Den Marli “bahwa tidak ada kampung-kampung dari Sabang sampai Merauke seburuk kampung di Batavia”.

Selain itu MH Thamrin mengkritik Anggaran yang disediakan oleh Kotapraja untuk Pribumi, ia bersama beberapa Anggota Dewan mengajukan Anggaran senilai 100.000 Gulden untuk perbaikan kampung, dengan memotong Anggaran dari pos lain. Namun usul itu ditolak Walikota karena dianggap pajak yang dihasilkan dari penduduk kampung sangat sedikit. Walikota tetap menganggarkan 30.000 Gulden untuk mengatasi persoalan kampung, namun lagi-lagi MH Thamrin kecewa karena ternyata penggunaan uang 30.000 Gulden tidak dipakai dengan semestinya.

Pada 13 Juni 1923, Thamrin bersama anggota lainnya mengajukan mosi untuk dibahas bersama walikota melalui perdebatan panjang, secara mengejutkan di tengah resesi dan upaya penghematan Anggaran, Walikota dan Dewan Kotapraja menyetujui usul Thamrin untuk tambahan anggaran perbaikan kampung senilai 50.000 Gulden dengan dana siap pakai mencapai 20.000 Gulden. Selain persoalan perbaikan kampung Thamrin juga memfokuskan ketidakadilan ekonomi, terutama mengenai kemiskinan, pada tanggal 29 Oktober 1924, Thamrin menyampaikan kondisi ekonomi di daerah pinggiran Betawi, ia juga banyak menyuarakan mengenai kondisi-kondisi sekolah untuk pribumi.

Perjuangannya membuahkan hasil, dedikasinya yang tinggi terhadap perbaikan kwalitas hidup masyarakat pribumi membuatnya terpilih sebagai Anggota Volkstraad pun lebih luas, tidak hanya membela kaum tertindas di kampung-kampung Jakarta tapi perjuangan nasib bangsa untuk merdek, menentukan nasib sendiri.

Dalam cerita di atas kita bisa melihat, gagasan, kesadaran dan idealisme itu diperjuangkan oleh MH Thamrin di Gemeeteraad. Pada Mei 1923 ia menolak pembangunan rumah pembekuan potong hewan, yang bagi Thamrin jelas tidak bermanfaat untuk masyarakat luas, yang hanya mementingkan kaum kaya dan pemodal. Saat di Volkstraad ia membuat gerah Pemerintah dan Pemodal dengan mempersoalkan harga kopra, beras, gula, karet dan semua komoditas yang bersentuhan dengan rakyat miskin.

Pada 11 Januari 1941 MH Thamrin wafat diusia yang sebetulnya masih muda untuk seorang politisi negarawan, Bob Hearing (penulis Buku MH Thamrin) turut menyaksikan iring-iringan Pemakaman MH Thamrin yang dipenuhi manusia, mulai dari kediamannya di sawah besar hingga Karet Bivak. bobHearing menyatakan bahwa, Soekarno-Thamrin merupakan perpaduan pejuang yang ideal antara tokoh non kooperatif dengan tokoh kooperatif, hal ini didapat ketika melihat perjuangan tokoh-tokoh non kooperatif seperti Soekarno dan Syahrir Mandek, MH Thamrin tetap bergerak di Volkstraad dengan semangat nasionalismenya. Mohammad Husni Thamrin ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 175 Tahun 1960 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.

Sosok Thamrin bisa dijadikan suri tauladan dan tentu saja guru bagi generasi penerus bangsa, terutama untuk Politisi dan Legislator. Taktis dan Strategis, Visi Misi, Mentalitas, Cara berkomunikasi dan tentu caranya berpolitik bisa menjadi rujukan yang sahih, di tengah-tengah bangsa ini surplus politisi namun minus negarawan. (*)

Sumber:
Warta kota
Edisi :
Selasa, 3 Mei 2016