Kamis, 30 April 2015

PUISI PUISI BULAN APRIL 2015 Karya Slamet Priyadi


“ I N G S U N ”
Karya Slamet Priyadi

Lima puluh delapan tahun empat sasi ingsun t’lah kembara
Ngelayang terbang terumbang-ambing di alam marcapada
Terbelenggu tali-temali panjang kekang lingkaran samsara
Atma pun menerawang lewati lawang-lawang suka bahagia
Telusuri  alam jiwa raga yang terus saling gelut bergelora
Membara di awang-awang tak bisa langkahi karang marga
Tuju tempat akhir manusia hidup di syurga atau di neraka

Ingsun mesu diri renungkan tentang syariat, dan makrifat
Hakikat sikap hidup di alam mayapada dan di alam akhirat
Yang tiada ada kendali keculi “Dia”, Tuhan Sang Maha Zat
Sang Maha Raja, Maha terkuat dari segala raja yang kuat
Yang perintah-Nya haruslah dilaksanakan tanpa bersyarat
Yang hanya kepada-Nya kita mengharapkan segala hasrat
Tempat memohon  minta segala keinginan yang menggeliat

Tetapi mengapa hingga  sekarang ingsun masih bersiasat ?
Ingsun masih tak menyadari diri ini  bagaikan seekor lalat
Selalu saja mencari-cari alasan dan belum juga mau tobat
Padahal dosa-dosa sudah makin berwarna hitam berkarat
Bergelimang nafsu  angkara murka,  umbar nafsu maksiat
Bersikap angkuh, sombong congkak, dan melupakan sholat
Padahal usia sudah semakin tua tak bisa lagi diulang ralat

Satu demi satu pun sahabat karib pergi tinggalkan ingsun
Dan itu telah buat kropos  bangunan karib yang tersusun
Namun, ada detak-detak  hati nurani mengalun beruntun
Suarakan nada-nada  kesucian religi yang terus mengalun
Ajak ingsun untuk kembali ke hijaunya lembah dan gurun
Berjuang  seberangi belantara da’wah nan lembut santun
Jauhkan angkara satukan sifat kasih dalam tubuh ingsun

Jumat, 03 April 2015 – 09:26 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor



“DI SAAT TENGAH MALAM”
Karya Slamet Priyadi

Ketika lampu listrik itu padam di tengah malam
Suasana gulita pun  terasa  semakin mencekam
Rupa  Sang  Putri  Dewi malam nampak muram
Bercadar selimut tebal bertabir  kabut hitam

Tiada lagi sinar  keemasan di peraduan malam
Semua yang ada  nampak  semakin menghitam
Sehitam warna suasana hati  yang jadi geram
Lihat segala tingkah laku manusia kotori alam

Gemericik  riak air sungai yang mengalir marah
Sentuh bebatuan yang  menerpa merona merah
Percik air menyengat pancar aroma anyir darah
Unggas-unggas  potong mengerang hilang wajah

Sementara kelelawar hitam keluar  dari sarang
Kepakkan sayap  terbang  melayang liar garang
Sergap mangsa sang  laron nyawapun melayang
Tinggallah sang katak dalam hatinya meradang

Suara serangga orong-orong di kebun singkong
Suara serigala  yang terus saja melolong-lolong
Adalah tembang nyanyian kloro-loro bolo katong
yang tak pernah sepi dan terus saja merongrong

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 03 April 2015 – 23:53 WIB



SERASA RUH HILANG SEPARUH
Karya: Slamet Priyadi

Saat kenangan itu hadir lagi mengoyak relung jiwa
Serasa ruh hilang separuh kembara entah kemana
Dan separuhnya, jadi ungkitkan lagi kenangan lama
Terasa menggigit sakit kambuhkan lagi bekas luka

Wajah rebah bersimpuh dalam separuh kesadaran
Inginkan bongkah  kenangan yang lama berserakan
Kembali tersatukan untuk semaikan rasa kasmaran
Yang terus selalu  membelenggu rasa, jiwa, pikiran

Padahal sudah lama  aku coba  membuang duka lara
Kepakkan  sayap terbang tinggi pergi ke  maniloka
Manjakan, puaskan  segala hasrat kesenangan rasa
Hanya untuk lupakan semua kenangan tapi tak bisa

Kini semakin terasa,  serasa  ruhku hilang separuh
Atma  pupus, raib, gaib tak bisa lagi berpikir jauh
Nalar  semakin  hancur luluh hanya bisa bersimpuh
Sesali yang terjadi, kenapa kau hadir lagi berlabuh

Sabtu, 04 April 2015 – 18:40 WIB
Bumi Pangarakan, Bogor



NENEK TUA MISTERIUS
Karya: Slamet Priyadi

Sudah lima kali kelelawar hitam itu terbang balik berputar
Berkelebat sebat di  depan wajahku yang sedikit bergetar
Hembus angin kepak sayapnya buat wajah seperti ditampar
Ngeri, bulu kuduk berdiri tubuhku mulai bergidik gemetar
Meski begitu, kuterus melangkah berjalan halau rasa gusar

Sementara jalan yang aku lalui begitu becek, gelap dan sepi
Hanya ada lampu jalan yang  sebentar hidup  sebentar mati
Hujan rinai sejak pagi hingga malam hari pun tak mau henti
Dalam rasa takut yang akut kelelawar itu kagetkan aku lagi
Kembali berkelebat depan wajahku  seperti beri informasi,

Tuan,  aku  sarankan sebaiknya, jangan lanjutkan perjalanan
Sebab di sana ada sesuatu yang mungkin menakutkan, tuan!
Peringatan sang kelelawar sama sekali tidak aku perdulikan
Seraya baca mantra pengusir syetan, aku teruskan berjalan
Telusuri jalan sepi  yang ditumbuhi banyak semak tumbuhan

Saat lewati pohon jamblang yang tinggi, besar dan rindang
Ada sosok wanita tua berwajah keriput berambut panjang
Menyapa parau tertawa cekikikan tubuhnya menggerayang
Hi, hi, hi, cucu mau kemanakah gelap-gelap sudah ngayang?
Saya orang dekat sini, nek mau berangkat kerja cari uang!

Mendengar jawabanku sang nenek berikan pesan religius :
“Tapi ingat cucuku, semua harus dilambari motivasi serius
Giatlah bekerja, berlandas sikap perilaku baik dan bagus
Untuk kebahagiaan bersama keluarga, janganlah tergerus
Segala iming dunia yang membuat bahagiamu terberangus”

Jumat, 10 April 2015 – 21:34 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor

 
“NEGERI CARUT MARUT”
KARYA: Slamet Priyadi

Dan,  merenunglah  aku seorang diri
Di  sini di  kamarku yang  sekecil ini
Di  saat  situasi  dan keadaan negeri
Jadi  carut  semerawut di segala lini

Politik,  ekonomi,  sosial, dan budaya
Yang  dikelola  oleh pejabat  negara
Untuk  kemakmuran  rakyat semata
Jadikan rakyat berlinangan airmata

Politisi penghuni  lembaga  bergengsi
Perilakunya sudah tak bisa diteladani
Saling menghujat, adu kuat berkelahi
Merasa paling benar perebutkan kursi

Perkonomian  morat-marit  derak-derik
BBM  naik  bahan pokok naik semua naik
Harga  melambung  rakyat pun tercekik
Hanya bisa mengeluh  tak bisa berkutik

Korupsi pun merajalela  di semua lembaga
Para  koruptor  ngerat sikati uang negara
Jaring  narkoba jerat tunas-tunas bangsa
Hilang nyawa raib,  sirna masa-masa muda

Pelaku hukum, para pendidik, tokoh agama
Politisi, pemimpin, pejabat tak lagi wibawa
Terbelenggu  rantai  nafsu  tamak angkara
Yang buat negeri ini jadi carut-marut lara

Pangarakan, Bogor
Minggu, 12 April 2015 – 09:54WIB



HUH, DPR SEKARANG ?
Karya: Slamet Priyadi

DPR sekarang nampak  seperti orang-orang  beler
Kacau-balau  semerawut tak karuan  pada keleler
Matanya  melotot  pating mencotot saling ngotot
Saling tarik-menarik rebutan  sekerat daging alot

DPR sekarang seperti orang-orang yang linglung
Waktu kampanye pileg rakyat dimintai pitulung
Saat menjabat  aspirasi rakyat  malah digulung
Gunakan selimut apik berhiaskan munafik gaung

Anggota DPR, kok seperti para bintang sinetron
Pandailah berulah berakting  berbedak di salon
Berperan jadi orang cerdas kadang orang blo’on
keluculucuan seperti kanak-kanak bermain balon

DPR sekarang seperti bukan lagi wakilnya rakyat
Tapi wakilnya orang-orang yang dirasakan hebat
Meskipun semua perilakunya  itu hanyalah jerat
Mereka tetap sepakat untuk merapat kuat-kuat

Ha ha ha, anggota DPR sekarang pada lucu-lucu
Meskipun lucu, tapi perilakunya janganlah ditiru
Bikin  muak, perut jadi terasa mau muntah mual
Sebab banyak taktik,  munafik, sering  membual

Minggu, 12 April 2015 - 12:18 WIB
Slamet Priyadi
Di Pangarakan, Bogor


 
“JABATAN ITU HANYA HIASAN”
Karya: Slamet Priyadi

Kita kadangkala lupa  saat miliki harta berlimpah
Saat ketampanan,  kecantikan  melekat di  wajah
Saat berilmu tinggi,  digjaya,  perkasa nan gagah
Saat dalam diri,  ada rasa kebenaran bermarwah
Saat karir dan jabatan melekat kuat bersinggah

Lalu polah kita pun  jadi congkak, angkuh, pongah
Saat berjalan,  membusung dada wajah tengadah
Saat bicara bertolak pinggang tak mau mengalah
Akulah yang paling benar dan kalianlah yang salah
Kamu harus dengar, kamu harus lakukan perintah

Bersikap dumeh semua orang dianggapnya remeh
Akulah yang paling shaleh kamulah yang nyeleneh
Tunjuk sana tunjuk sini berucap kasar dan sareh
Tak sadari jabatan hanyalah  hiasan walah-weleh
Jika tak dikelola benar maka akan cepat meleleh

Jadikan jabatan mengacu pada kebenaran Tuhan
Sikap angkuh,  sombong,  dan jumawa singkirkan
Bersikaplah  seperti air mengalir,  menyejukkan
Bersikap ba’ padi  runduk berisi,  menghidupkan
Merendah hati, ciptakan ketenangan, kedamaian

Kamis, 16 April 2015 – 17:27 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor



SKETSA GARIS KEHIDUPAN
Karya:  Slamet Priyadi

Kehidupan itu laksana sketsa garis-garis
Karya Sang Maestro Sang Maha Pelukis
Ada garis tegak, lurus,lengkung berbaris
Garis diwarnai, dihapus tak bisa digubris
Sketsa lukis jadi indah atau jelek berkais
Adalah mutlak kehendak Hiyang Pelukis

Kita, hanyalah  bisa  berupaya melangkah
Menuju langit di atas pun bumi di bawah
Ketentuannya  ada  pada kehendak Allah
Sang  Maha  Hakim  penentu  benar salah
Minggu, 19 April 2015 05:10 WIB
Slamet Priyadi
Di Pangarakan, Bogor


“SI PENGAWUR YANG NGAWUR”
Karya : Slamet Priyadi

Tampilan sampeyan memang patutlah dipuji
Laksana orang suci, para kiyai bahkan wali
Tunggang-tungging di masjid sehari lima kali
Di mana tempat bicara tentang ajaran religi

Pada semua orang sesumbar aku orang suci
Yang sikap laku dan bicaranya wajib dituruti
padahal berdasar dari kebenaran diri sendiri
Yang didapat dari mengaji di pesantren Asiri

Melolong gahar seperti  tingkahnya srigala liar
Mendesis, menjalar bagai layaknya seekor ular
Wajah sampeyan pun penuh balur bedak lulur
Berperilaku hitam  sebar putih saling berbaur

Sikap sampeyan, rusak nilai agama dan kultur
Mampu dan bisanya  cuma  bertutur ngawur
Sampeyan sudah tidak mau lagi berlaku jujur
Malah merusak ajaran suci tipu para sedulur

Laku Sampeyan ketahuan teramat kurang ajar
Ajaran sampeyan yang disebar dengan berkoar
Rupanya hanya seperti kembang bunga di latar
Lain di  dalam  lain pula laku sampeyan di luar

Keburukan sampeyan memang belum terpancar
Tapi pada akhirnya semua orang kan tahu benar
Siapa sesungguhnya sampeyan itu wahai pengoar
Jangan berkelakar sebelum jiwa sampeyan bubar

Sabtu, 19 April 2015 – 22:49 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor


 
“BUNGA-BUNGA DI TAMAN HATI”
Karya : Slamet Priyadi

Lintang-kemintang yang menghias di langit biru
Desir angin yang menyentuh daun-daun bambu
Cahaya Dewi malam yang terangi gumuk perdu
Raibkan segala rasa sakit di jiwa dan di ragaku

Kemericik air sungai yang mengalir sejuk semilir
Hembusan angin malam yang tak henti berdesir
Seperti melantunkan keindahan tembang ilir-ilir
Damaikan suasana hati yang resah rasa kemitir

Dan, merekahlah bunga-bunga di taman kalbu
Semarakkan gelora rasa, getaran jiwa merindu
Sirnakan duka lara bahagiakan hati nan sendu
Yang selama ini bersemayam dan membelenggu

Dan, bunga-bunga kalbu  nampak merekah asri
Aroma harum mewangi semerbak di taman hati
Inginkan  peristiwa itu  terus berulang kembali
Mengisi hari-hariku yang terasa  sunyi dan sepi

Senin, 20 April 2015 – 22:15 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor




“DI ATAS SEBONGKAH BATU”
Karya: Slamet Priyadi

Sudah sembilan jam sembilan menit sembilan detik menanti
Namun kau belum juga mau muncul tampakkan rupa di sini
Dan,  hanya suasana gulita itu yang temani aku dalam sunyi
Berkawan sepi di malam nan kelam hingga pukul empat pagi

Purnama, Lintang, lupakah kau pada janji yang kita sepakati
Bahwa kau  berdua akan datang menemaniku di  malam hari
Sementara karibmu sang Mentari tak jua muncul sedari pagi
Dan, aku merasa bagai berada di alam yang kosong dan sepi

Di atas sebongkah batu sebesar gajah di tengah-tengah kali
Aku lentang berbaring lalu duduk bersila mesu diri pati geni
Tanpa cahaya, tanpa suara di tengah alam aku berserah diri
Dalam suana hening, gelap pekat, hitam kelam raibkan emosi

Saat wajah tengadah ke langit tanpa rona ada berkas cahaya
Berkelebat panjang berwarna merah kuning biru berupa-rupa
Menebar menyebar berpencar tersebar menghiasi jagad raya
Dan, sang Lintang,  Purnama puteri, munculkan wajah muka

Wajah jadi berbinar-binar, hatipun jadi bersinar-sinar merasa
Kehampaan, kegelapan, kekosongan dalam alam tanpa cahaya
Kembali benderang sang Mentari pagi pun sebarkan sinarnya
Yang segarkan,  hidupkan dan normalkan kembali marcapada

Tuhan,  terimakasih atas segala  kasih, nikmat,  dan karunia!

Rabu, 22 April 2015 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor



“ADA TAWA KUDA DI SUMUR TUA”
Karya : Slamet Priyadi 42

Malam Jumat kliwon pukul dua belas tengah malam
Saat hujan rintik-rintik membasahi daun-daun salam
Yang pohonnya telah kutanam tiga tahun yang silam
Di belakang rumah samping sumur tua berbatu alam
Ada tawa  ringkik kuda  terdengar seram mencekam

Bersamaan lampu padam  malam pun jadi rasa kelam
Suara tawa ringkik  kuda belum juga henti meredam
Sadarkan bangunkan aku dari tidur suntuk semalam
Dari dalam bilik kutatap sumur tua dan pohon salam
Yang berada di belakang rumah di pekarangan dalam

Dan di sana, ada sosok makhluk bergaun putih-putih
Ke  luar dari dalam lubang sumur tua meringkik lirih
Yang suaranya  bagaikan ringkikkan tawa kuda putih
Kuda miliknya tetangga sebelah rumah, Abang Mi’ih
Yang kerjanya jadi pekatik kuda di rumah tuan Amih

Jantung berdebar, kuduk berdiri kaki tak bisa berlari
Lihat hantu tampakkan rupa wujudnya di malam sunyi
Di  malam  jumat kliwon saat tengah malam jelang pagi
Dan, aku jadi tak bisa tidur lagi sebab selalu dibayangi
Suara tawa ringkikkan kuda di sumur tua milik priyayi

Kp. Pangarakan, Bogor
 Jumat, 24 April 2015 – 23:01 WIB



“KITA ADALAH JIWA RAGA PIKIR DAN RASA”
Karya : Slamet Priyadi

Kita adalah jiwa dan raga,  kita adalah  pikir dan rasa
Di  dalam  jiwa raga dan di  dalam pikir rasa ada karsa
Milik Dia Sang Khalik Maha Pencipta segala yang ada
Maka di  dalam setiap melangkah,  lambarilah diri kita

Dengan karsa  Sang Pencipta,  Tuhan Yang Maha Esa
Penuh pikir,  penuh  rasa kasih segenap jiwa dan raga
Kepada alam,  khewan, dan  kepada  sesama  manusia
Dan, Kepada Tuhan Sang Pencipta makhluk di dunia

Kita adalah jiwa,  sempurnakan jiwa  dengan laku jiwani
Mesu diri selalu berserah diri kepada Tuhan Ilahi Rabbi
Kita adalah raga, sempurnakan raga dengan laku ragawi
Mengendalikan dengan kuat segala nafsu-nafsu jasmani

Kita  adalah pikir,  sempurnakan pikir dengan  memikiri
Selalu berikir matang  setiap langkah yang akan dijalani
Kita  adalah rasa, sempurnakanlah rasa dengan merasai
Merasakan sesuatu penuh penghayatan penuh ekspresi

Jiwa raga berjalan bersama, menghidupkan, mematikan
Pikir dan rasa  berjalan berdapingan ‘kan mendamaikan
Lakukanlah tugas segenap jiwa  raga  penuh keikhlasan
Lakukanlah perintah dengan segenap  pikiran perasaan

Jika segalanya dilakukan dengan segenap jiwa dan raga
Jika  semuanya dikerjakan dengan berpikir dan merasa
Dilakukan dengan penuh perilaku sikap ikhlas dan rela
Maka roda kehidupan dengan bermacam romantikanya
‘kan berjalan dengan tenteram, damai dipenuhi estetika

Kp. Pangarakan, Bogor
Minggu, 26 April 2015 – 02:13 WIB


  
“MAKA AKU UNGKAP ATMA DAN RASA”
Karya : Slamet Priyadi

Di  sepanjang  siang  hingga Minggu  sore di  hari  ini
Hujan lebat terus saja menggguyur Pangarakan bumi
Air hujan mengalir deras di parit depan rumah Suadi
Padahal tadi pagi cuaca cerah di sinari sang Mentari

Sementara istri, anak, mantu, cucuku pergi rekreasi
Aku tunggui rumah sambil duduk bersantai di kursi
Saksikan acara televisi seraya nikmati secangkir kopi
Sambil hisap sebatang rokok di jari-jemari tangan kiri

Di saat deras hujan dan cuaca dingin yang ngegrigisi
Di saat sendirian, dan rasa kesepian yang aku rasani
Gelora atma dan rasa dalam jiwa, timbulkan inspirasi
Maka kuungkap segala atma dan rasa itu lewat puisi

Di televisi aku lihat para anggota dewan saling emosi
Berdebat  saling adu argumentasi  rasa benar sendiri
Bandar narkoba tervonis mati, belum juga dieksekusi
Para pemimpin,  pejabat banyak yang terjerat korupsi

Saat hujan deras mulai reda, aku masih tatap televisi
Tapi serasa kesadaran sirna dan aku terlelap di kursi
Dan, tak ingat apa-apa lagi dengan segala yang terjadi
Sampai aku dibangunkan  keluarga yang baru kembali

Kp. Pangarakan, Bogor
Minggu, 26 April 2015 – 17:17 WIB