"Informasi Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Agama yang dikoleksi dari berbagai media sebagai sumber dan referensi bacaan untuk meramu berita-berita baru yang otentik dan mungkin juga lebih menarik. Salam Seni Budaya!"
Jumat, 21 Februari 2014
Jumat, 14 Februari 2014
Militan Islam Hancurkan Pintu Mesjid Sidi Yahya di Timbuktu
Sekelompok
saksi mata melaporkan kelompok militan Islamis menghancurkan pintu masuk Mesjid
Sidi-Yahya di Timbuktu, di utara Mali. Mereka meledakkan "pintu suci"
yang biasanya tidak pernah dibuka, kata seorang penduduk kota. Sebelumnya
kelompok tersebut juga sudah menghancurkan tujuh makam yang juga termasuk
warisan budaya dunia.
Mesjid Sidi
Yahya adalah mesjid terbesar ketiga di Timbuktu dan termasuk salah satu dari 16
situs umat muslim yang dicatat sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Hari
Kamis lalu organisasi ini mencatat ke-tujuh makam dalam daftar situs budaya
yang terancam. Sejak Sabtu
kelompok pemberontak mulai menghancurkan makam-makan tersebut.
Menurut
mereka penghormatan terhadap manusia suci dan makamnya melanggar hukum Islam.
Di Timbuktu praktik tersebut tersebar luas. Pintu masuk yang dihancurkan oleh
kelompok Islamis, menurut para saksi mata, mengarah ke makam suci.
Menurut
kepercayaan setempat, membuka pintu tersebut dapat mengundang sial. Saksi mata
yang lain mengatakan, kelompok tersebut ingin menentang kepercayaan penduduk
dengan menghancurkan pintu suci di Mesjid Sidi Yahya.
rzn//afp/rtr
Selasa, 11 Februari 2014
Rieke Minta Presiden SBY Usut TKI Asal Sumut yang Jenazahnya Dibuang ke Laut
Rieke PDIP |
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA - Politisi
PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka meminta kepada Presiden SBY untuk melakukan
penyelidikan terkait tewasnya tenaga kerja Indonesia (TKI), Anita Purnama Boru Huahuruk (35 tahun) yang bekerja di Malaysia, asal Medan Sumatera Utara. Rieke
menegaskan, peti jenazah almarhum dari informasi yang ia himpun, dibuang kelaut. Anita Purnama Boru Huahuruk (35 tahun) adalah warga Kelurahan Satria, Kota
Binjai, Sumatera Utara yang bekerja di Malaysia sejak bulan Agustus 2013.
Almarhum sempat bekerja di sebuah restoran selama dua bulan,kemudian
pindah kerja lagi lantaran tidak tahan dengan majikannya
"Almarhum terakhir berkomunikasi dengan keluarga tanggal 30 Januari
2014. Dalam isi SMS nyadisebutkan bahwa almarhum sudah capai bekerja dan ingin
kembali ke kampung halamannya. 2. TKI juga sempat mengirimkan dua kali gajinya
sebanyak Rp 5juta kepada pihak keluarga dan berangkat ke Malaysia sendiri
melalui jasa Ibu Umi," papar Rieke dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com,
Selasa (11/2/2014).
"Peti Jenazah diketemukan oleh nelayan dan keluarga dihubungi oleh
Kepolisian daerah Binjai mengenai adanya jenazah almarhum. Disebutkan bahwa
oleh pihak polisi, jenazah diperkirakan sudah empat hari dilaut,"
tambahnya.
Dijelaskan kembali, sebelum dikuburkan pada Sabtu, 08 Januari 2014, pihak
keluarga sempat membuka isi peti jenazah. Menurut ibu Anna, lanjut Rieke, salah
satu saudara almarhum, salah satu mata almarhum sudah tidak ada, di bagian
leher ada bekas hitam seperti dicekik. Almarhum juga tidak mengenakan pakaian
lengkap dan sebagian besar badan almarhum sudah rusak dan membusuk. Didalam peti juga diketemukan paspor, uang sebesar 1 ringgit, cincin dan
kalung emas milik almarhum.
"Saya berharap kepada bapak Presiden SBY untuk segera melakukan
penyelidikan atas penyebab kematian Almarhum. Jika memang almarhum terbukti
meninggal karena dianiyaya, maka pemerintah SBY harus meminta keterangan dan
meminta pemerintah Malaysia untuk memproses siapapun yang telah melakukan
kekejaman terhadap almarhum sehingga meninggal," Rieke menegaskan.
Hingga saat ini, cerita Rieke, menurut keluarga, pemerintah belum ada yang
menghubungi pihak keluarga mengenai peristiwa ini. Ditegaskan, jangan sampai
ada diskriminasi perlindungan dari pemerintah terhadap para TKI apapun status
kerjanya.
"Dan memastikan hak-hak ketenagakerjaan almarhum diberikan oleh sang
majikan. Hak ketenagakerjaan yang diberikan tidak boleh sebagai alasan untuk
tidak diusutnya kasus ini secara pidana," pungkas Rieke Diah Pitaloka.
Langganan:
Postingan (Atom)