Joko Wi berpakaian Betawi |
JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan hasil penelitian Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan Provinsi DKI Jakarta rawan akan korupsi. Anggaran pendidikan di Ibu Kota
adalah paling banyak dikorupsi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Menanggapi hal tersebut, Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum mendapatkan laporan sehingga ia belum
dapat berkomentar.
"Saya enggak mengerti. Saya belum
mengerti. Aslinya memang belum mengerti kalau saya ngomong belum mengerti ya
belum tahu. Mungkin sudah dilaporkan hanya belum sampai ke meja saya. Kalau
nanti saya jawab, ternyata malah terbersih bagaimana hehehe," kata Jokowi
seraya tertawa, di Balaikota Jakarta, Rabu (2/1/2013).
Sementara itu menurutnya, seluruh
sistem yang ada mulai dari Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) hingga Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus mulai diperbaiki. Jokowi percaya kalau memang ada
laporan dari PPATK, berarti laporan tersebut valid dan dapat dipercaya.
"Kalau ada data seperti itu,
apalagi kalo benar yang berbicara itu PPATK ya berarti itu sangat valid,"
ujar Jokowi. Seperti diberitakan sebelumnya, pada
kajian Semester II tahun 2012, PPATK menyebutkan terdapat tiga provinsi dengan
indikasi transaksi mencurigakan terkait bidang pendidikan terbesar di
Indonesia.
Ketiga provinsi itu adalah DKI
Jakarta (58,6 persen), Sumatera Utara (10,7 persen), dan Riau (7,9 persen).
Selain itu, analisis PPATK juga menunjukkan DKI Jakarta sebagai provinsi yang
diduga melakukan penyalahgunaan anggaran di bidang pendidikan dengan jumlah
33,3 persen. Sumber dana yang disalahgunakan,
khususnya dalam bidang pendidikan, paling banyak bersumber dari Dana Alokasi
Khusus (DAK) sebesar 37 persen. Setelah itu, APBD bidang pendidikan
(non-BOS/DAK) 19 persen serta dana yang bersumber dari hibah dan BOS yakni 16
persen dan 15 persen. Adapun modus yang dilakukan
mayoritas adalah dengan menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan diri
sendiri sebesar 27 persen, menggelapkan uang (11 persen), tidak menyelesaikan
proyek (10 persen), proyek fiktif (9 persen), dan pengadaan tanpa tender (7
persen). Faktor yang menjadi penyebab utama
penyalahgunaan APBN/APBD di bidang pendidikan berdasarkan analisis PPATK adalah
kewenangan yang besar, kurangnya pengawasan atas mekanisme penggunaan dana, dan
kurangnya transparansi.
Editor :
Ervan Hardoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar