POLEKSOSBUDA
Minggu, 01 Mei 2017-02:17 WIB
Hallobogor.com, Minggu, 30 April 2017 - 10:35 WIB - Bogor – Sebanyak 7.500 buruh Serikat Pekerja Nasional (SPN) se-Provinsi Jawa Barat mulai bertolak ke Jakarta pada Minggu (30/4/2017). Mereka akan bergabung dengan puluhan ribu buruh lainnya di Ibu Kota Jakarta untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau MayDay pada Senin (1/4/2017).
Minggu, 01 Mei 2017-02:17 WIB
Hallobogor.com, Minggu, 30 April 2017 - 10:35 WIB - Bogor – Sebanyak 7.500 buruh Serikat Pekerja Nasional (SPN) se-Provinsi Jawa Barat mulai bertolak ke Jakarta pada Minggu (30/4/2017). Mereka akan bergabung dengan puluhan ribu buruh lainnya di Ibu Kota Jakarta untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau MayDay pada Senin (1/4/2017).
Ketua Umum
DPP SPN, Iwan Kusmawan, SH., mengatakan, berdasarkan hasil rapat koordinasi
terakhir tanggal 29 April 2017 yang dilaporkan DPD SPN Jawa Barat kepada DPP
SPN, sudah dipastikan bahwa peserta aksi Peringatan MayDay 2017 yang akan
datang ke Jakarta khusus Jawa Barat mencapai 7.500 orang. Sedangkan total buruh
SPN dari Jabar, Banten, dan DKI Jakarta mencapai 20.000 massa.
“7.500 buruh
dari Jawa Barat akan berangkat dengan menggunakan 50 bus, 20 minibus, dan 1.000
motor. Khusus motor akan dibagi dua jalur, yaitu jalur Puncak dan jalur
Purwakarta,” kata Iwan Kusmawan.
Iwan
mengapresiasi kepada seluruh anggotanya yang telah memahami arti dan pentingnya
peringatan MayDay. “Sekalipun MayDay sudah hampir 4 tahun dijadikan hari libur
tetapi makna dan arti MayDay bukan Perayaan layaknya ulang tahun dan lain-lain.
Akan tetapi makna MayDay itu adalah peringatan di mana perjuangan para
pekerja/buruh di berbagai belahan dunia memperjuangkan hak-hak normatif dan
menentang adanya pelanggaran seperti jam kerja, upah, outsourcing,
magang,lembur paksa, kontrak kerja, dan perbudakan gaya baru yaitu pekerja
tetap dijadikan pekerja kontrak tanpa mendapatkan hak haknya,” ungkapnya.
Sepanjang
pelanggaran itu terjadi dan tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah,
Iwan menegaskan pekerja/buruh tidak akan diam dan pasti melawan. “Buat apa ada
slogan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan tapi
pelanggaran tetap berjalan, bahkan ekstremnya dibiarkan/dipelihara,” tegasnya.
Menurutnya,
pengawasan yang sekarang tersentralisasi di tingkat provinsi harus mampu
menjawab jangan hanya sekadar ada, tapi tidak terlihat bekerja, apalagi
kebijakan pemerintah yang selalu tidak berpihak sama pekerja/buruh akan
menambah terus persoalan.
“Pemerintah
harus peka terhadap masalah yang ada dan jangan menunggu api yang sudah besar
karena akan meluluhlantakkan semua instrumen kalau diibaratkan kebakaran,”
tandas Iwan. (cep)