“ I N G S U N ”
Karya Slamet Priyadi
Lima
puluh delapan tahun empat sasi ingsun t’lah kembara
Ngelayang
terbang terumbang-ambing di alam marcapada
Terbelenggu
tali-temali panjang kekang lingkaran samsara
Atma
pun menerawang lewati lawang-lawang suka bahagia
Telusuri alam jiwa raga yang terus saling gelut
bergelora
Membara
di awang-awang tak bisa langkahi karang marga
Tuju
tempat akhir manusia hidup di syurga atau di neraka
Ingsun
mesu diri renungkan tentang syariat, dan makrifat
Hakikat
sikap hidup di alam mayapada dan di alam akhirat
Yang
tiada ada kendali keculi “Dia”, Tuhan Sang Maha Zat
Sang
Maha Raja, Maha terkuat dari segala raja yang kuat
Yang
perintah-Nya haruslah dilaksanakan tanpa bersyarat
Yang
hanya kepada-Nya kita mengharapkan segala hasrat
Tempat
memohon minta segala keinginan yang
menggeliat
Tetapi
mengapa hingga sekarang ingsun masih
bersiasat ?
Ingsun
masih tak menyadari diri ini bagaikan
seekor lalat
Selalu
saja mencari-cari alasan dan belum juga mau tobat
Padahal
dosa-dosa sudah makin berwarna hitam berkarat
Bergelimang
nafsu angkara murka, umbar nafsu maksiat
Bersikap
angkuh, sombong congkak, dan melupakan sholat
Padahal
usia sudah semakin tua tak bisa lagi diulang ralat
Satu demi satu pun
sahabat karib pergi tinggalkan ingsun
Dan
itu telah buat kropos bangunan karib
yang tersusun
Namun,
ada detak-detak hati nurani mengalun
beruntun
Suarakan
nada-nada kesucian religi yang terus
mengalun
Ajak
ingsun untuk kembali ke hijaunya lembah dan gurun
Berjuang seberangi belantara da’wah nan lembut santun
Jauhkan
angkara satukan sifat kasih dalam tubuh ingsun
Jumat,
03 April 2015 – 09:26 WIB
Slamet
Priyadi di Pangarakan, Bogor
“DI SAAT TENGAH MALAM”
Karya Slamet Priyadi
Ketika
lampu listrik itu padam di tengah malam
Suasana gulita pun terasa semakin mencekam
Rupa
Sang Putri Dewi malam nampak muram
Bercadar selimut tebal bertabir kabut hitam
Tiada lagi sinar keemasan di peraduan malam
Semua yang ada nampak semakin menghitam
Sehitam warna suasana hati yang jadi geram
Lihat segala tingkah laku manusia kotori
alam
Gemericik riak air sungai yang mengalir marah
Sentuh bebatuan yang menerpa merona merah
Percik air menyengat pancar aroma anyir
darah
Unggas-unggas potong mengerang hilang wajah
Sementara kelelawar hitam keluar dari sarang
Kepakkan sayap terbang
melayang liar garang
Sergap mangsa sang laron nyawapun melayang
Tinggallah sang katak dalam hatinya meradang
Suara serangga orong-orong di kebun
singkong
Suara serigala yang terus saja melolong-lolong
Adalah tembang nyanyian kloro-loro bolo
katong
yang tak pernah sepi dan terus saja
merongrong
Bumi
Pangarakan, Bogor
Jumat,
03 April 2015 – 23:53 WIB
SERASA RUH HILANG SEPARUH
Karya:
Slamet Priyadi
Saat kenangan itu hadir lagi mengoyak relung jiwa
Saat kenangan itu hadir lagi mengoyak relung jiwa
Serasa ruh hilang separuh kembara
entah kemana
Dan separuhnya, jadi ungkitkan lagi kenangan lama
Dan separuhnya, jadi ungkitkan lagi kenangan lama
Terasa menggigit sakit kambuhkan
lagi bekas luka
Wajah rebah bersimpuh dalam separuh
kesadaran
Inginkan bongkah kenangan yang lama berserakan
Kembali tersatukan untuk semaikan
rasa kasmaran
Yang terus selalu membelenggu rasa, jiwa, pikiran
Padahal sudah lama aku coba
membuang duka lara
Kepakkan sayap terbang tinggi pergi ke maniloka
Manjakan, puaskan segala hasrat kesenangan rasa
Hanya untuk lupakan semua kenangan
tapi tak bisa
Kini semakin terasa, serasa
ruhku hilang separuh
Atma
pupus, raib, gaib tak bisa lagi berpikir jauh
Nalar semakin
hancur luluh hanya bisa bersimpuh
Sesali yang terjadi, kenapa kau
hadir lagi berlabuh
Sabtu, 04 April 2015 – 18:40 WIB
Bumi Pangarakan, Bogor
NENEK TUA MISTERIUS
Karya: Slamet Priyadi
Sudah lima kali kelelawar hitam itu terbang balik berputar
Berkelebat sebat di depan
wajahku yang sedikit bergetar
Hembus angin kepak sayapnya buat wajah seperti ditampar
Ngeri, bulu kuduk berdiri tubuhku mulai bergidik gemetar
Meski begitu, kuterus melangkah berjalan halau rasa gusar
Sementara jalan yang aku lalui begitu becek, gelap dan sepi
Hanya ada lampu jalan yang
sebentar hidup sebentar mati
Hujan rinai sejak pagi hingga malam hari pun tak mau henti
Dalam rasa takut yang akut kelelawar itu kagetkan aku lagi
Kembali berkelebat depan wajahku seperti beri informasi,
Tuan, aku sarankan
sebaiknya, jangan lanjutkan perjalanan
Sebab di sana ada sesuatu
yang mungkin menakutkan, tuan!
Peringatan sang kelelawar sama sekali tidak aku perdulikan
Seraya baca mantra pengusir syetan, aku teruskan berjalan
Telusuri jalan sepi yang
ditumbuhi banyak semak tumbuhan
Saat lewati pohon jamblang
yang tinggi, besar dan rindang
Ada sosok wanita tua
berwajah keriput berambut panjang
Menyapa parau tertawa
cekikikan tubuhnya menggerayang
Hi, hi, hi, cucu mau
kemanakah gelap-gelap sudah ngayang?
Saya orang dekat sini, nek
mau berangkat kerja cari uang!
Mendengar jawabanku sang nenek berikan pesan religius :
“Tapi ingat cucuku, semua
harus dilambari motivasi serius
Giatlah bekerja, berlandas
sikap perilaku baik dan bagus
Untuk kebahagiaan bersama
keluarga, janganlah tergerus
Segala iming dunia yang
membuat bahagiamu terberangus”
Jumat, 10 April 2015 –
21:34 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor
“NEGERI CARUT MARUT”
KARYA: Slamet Priyadi
Dan, merenunglah
aku seorang diri
Di sini di
kamarku yang sekecil ini
Di saat
situasi dan keadaan negeri
Jadi carut
semerawut di segala lini
Politik, ekonomi,
sosial, dan budaya
Yang dikelola
oleh pejabat negara
Untuk kemakmuran
rakyat semata
Jadikan rakyat berlinangan
airmata
Politisi penghuni lembaga
bergengsi
Perilakunya sudah tak bisa
diteladani
Saling menghujat, adu kuat
berkelahi
Merasa paling benar
perebutkan kursi
Perkonomian morat-marit derak-derik
BBM naik
bahan pokok naik semua naik
Harga melambung
rakyat pun tercekik
Hanya bisa mengeluh tak bisa berkutik
Korupsi pun
merajalela di semua lembaga
Para koruptor
ngerat sikati uang negara
Jaring narkoba jerat tunas-tunas bangsa
Hilang nyawa raib, sirna masa-masa muda
Pelaku hukum, para
pendidik, tokoh agama
Politisi, pemimpin,
pejabat tak lagi wibawa
Terbelenggu rantai
nafsu tamak angkara
Yang buat negeri ini jadi
carut-marut lara
Pangarakan, Bogor
Minggu, 12 April 2015 –
09:54WIB
HUH,
DPR SEKARANG ?
Karya: Slamet Priyadi
DPR
sekarang nampak seperti orang-orang beler
Kacau-balau
semerawut tak karuan pada keleler
Matanya
melotot pating mencotot saling ngotot
Saling
tarik-menarik rebutan sekerat daging
alot
DPR sekarang
seperti orang-orang yang linglung
Waktu
kampanye pileg rakyat dimintai pitulung
Saat
menjabat aspirasi rakyat malah digulung
Gunakan
selimut apik berhiaskan munafik gaung
Anggota
DPR, kok seperti para bintang sinetron
Pandailah
berulah berakting berbedak di salon
Berperan
jadi orang cerdas kadang orang blo’on
keluculucuan
seperti kanak-kanak bermain balon
DPR
sekarang seperti bukan lagi wakilnya rakyat
Tapi
wakilnya orang-orang yang dirasakan hebat
Meskipun
semua perilakunya itu hanyalah jerat
Mereka
tetap sepakat untuk merapat kuat-kuat
Ha
ha ha, anggota DPR sekarang pada lucu-lucu
Meskipun
lucu, tapi perilakunya janganlah ditiru
Bikin muak, perut jadi terasa mau muntah mual
Sebab
banyak taktik, munafik, sering membual
Minggu,
12 April 2015 - 12:18 WIB
Slamet
Priyadi
Di
Pangarakan, Bogor
“JABATAN ITU HANYA HIASAN”
Karya: Slamet Priyadi
Kita kadangkala lupa saat miliki
harta berlimpah
Saat ketampanan, kecantikan melekat di
wajah
Saat berilmu tinggi, digjaya, perkasa nan gagah
Saat dalam diri, ada rasa kebenaran
bermarwah
Saat karir dan jabatan melekat kuat bersinggah
Lalu polah kita pun jadi congkak,
angkuh, pongah
Saat berjalan, membusung dada wajah
tengadah
Saat bicara bertolak pinggang tak mau mengalah
Akulah yang paling benar dan kalianlah yang salah
Kamu harus dengar, kamu harus lakukan perintah
Bersikap dumeh semua orang dianggapnya remeh
Akulah yang paling shaleh kamulah yang nyeleneh
Tunjuk sana tunjuk sini berucap kasar dan sareh
Tak sadari jabatan hanyalah hiasan
walah-weleh
Jika tak dikelola benar maka akan cepat meleleh
Jadikan jabatan mengacu pada kebenaran Tuhan
Sikap angkuh, sombong, dan jumawa singkirkan
Bersikaplah seperti air
mengalir, menyejukkan
Bersikap ba’ padi runduk
berisi, menghidupkan
Merendah hati, ciptakan ketenangan, kedamaian
Kamis, 16 April 2015 – 17:27 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor
SKETSA
GARIS KEHIDUPAN
Karya: Slamet Priyadi
Kehidupan itu laksana sketsa garis-garis
Karya Sang Maestro Sang Maha Pelukis
Ada garis tegak, lurus,lengkung berbaris
Garis diwarnai, dihapus tak bisa digubris
Sketsa lukis jadi indah atau jelek berkais
Adalah mutlak kehendak Hiyang Pelukis
Kita, hanyalah bisa berupaya melangkah
Menuju langit di atas pun bumi di bawah
Ketentuannya ada pada kehendak Allah
Sang Maha Hakim penentu benar salah
Karya: Slamet Priyadi
Kehidupan itu laksana sketsa garis-garis
Karya Sang Maestro Sang Maha Pelukis
Ada garis tegak, lurus,lengkung berbaris
Garis diwarnai, dihapus tak bisa digubris
Sketsa lukis jadi indah atau jelek berkais
Adalah mutlak kehendak Hiyang Pelukis
Kita, hanyalah bisa berupaya melangkah
Menuju langit di atas pun bumi di bawah
Ketentuannya ada pada kehendak Allah
Sang Maha Hakim penentu benar salah
Minggu, 19 April 2015 05:10 WIB
Slamet Priyadi
Di Pangarakan, Bogor
“SI PENGAWUR YANG
NGAWUR”
Karya : Slamet Priyadi
Tampilan sampeyan memang patutlah dipuji
Laksana orang suci, para kiyai bahkan wali
Karya : Slamet Priyadi
Tampilan sampeyan memang patutlah dipuji
Laksana orang suci, para kiyai bahkan wali
Tunggang-tungging di masjid sehari lima kali
Di mana tempat bicara tentang ajaran religi
Di mana tempat bicara tentang ajaran religi
Pada semua orang sesumbar aku orang suci
Yang sikap laku dan bicaranya wajib dituruti
padahal berdasar dari kebenaran diri sendiri
Yang didapat dari mengaji di pesantren Asiri
padahal berdasar dari kebenaran diri sendiri
Yang didapat dari mengaji di pesantren Asiri
Melolong
gahar seperti tingkahnya srigala liar
Mendesis,
menjalar bagai layaknya seekor ular
Wajah
sampeyan pun penuh balur bedak lulur
Berperilaku
hitam sebar putih saling berbaur
Sikap
sampeyan, rusak nilai agama dan kultur
Mampu
dan bisanya cuma bertutur ngawur
Sampeyan
sudah tidak mau lagi berlaku jujur
Malah
merusak ajaran suci tipu para sedulur
Laku Sampeyan ketahuan teramat kurang ajar
Ajaran sampeyan yang disebar dengan berkoar
Rupanya hanya seperti kembang bunga di latar
Lain di dalam lain pula laku sampeyan di luar
Lain di dalam lain pula laku sampeyan di luar
Keburukan sampeyan memang belum terpancar
Tapi pada akhirnya semua orang kan tahu benar
Siapa sesungguhnya sampeyan itu wahai pengoar
Jangan berkelakar sebelum jiwa sampeyan bubar
Sabtu, 19 April
2015 – 22:49 WIB
Slamet Priyadi
di Pangarakan, Bogor
“BUNGA-BUNGA DI TAMAN HATI”
Karya : Slamet Priyadi
Lintang-kemintang
yang menghias di langit biru
Desir
angin yang menyentuh daun-daun bambu
Cahaya
Dewi malam yang terangi gumuk perdu
Raibkan
segala rasa sakit di jiwa dan di ragaku
Kemericik
air sungai yang mengalir sejuk semilir
Hembusan
angin malam yang tak henti berdesir
Seperti
melantunkan keindahan tembang ilir-ilir
Damaikan
suasana hati yang resah rasa kemitir
Dan,
merekahlah bunga-bunga di taman kalbu
Semarakkan
gelora rasa, getaran jiwa merindu
Sirnakan
duka lara bahagiakan hati nan sendu
Yang
selama ini bersemayam dan membelenggu
Dan,
bunga-bunga kalbu nampak merekah asri
Aroma
harum mewangi semerbak di taman hati
Inginkan peristiwa itu
terus berulang kembali
Mengisi
hari-hariku yang terasa sunyi dan sepi
Senin, 20 April 2015 – 22:15 WIB
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan, Bogor
“DI ATAS SEBONGKAH BATU”
Karya: Slamet Priyadi
Sudah sembilan jam sembilan menit sembilan detik menanti
Namun kau belum juga mau muncul tampakkan rupa di sini
Dan, hanya suasana gulita
itu yang temani aku dalam sunyi
Berkawan sepi di malam nan kelam hingga pukul empat pagi
Purnama, Lintang, lupakah kau pada janji yang kita sepakati
Bahwa kau berdua akan
datang menemaniku di malam hari
Sementara karibmu sang Mentari tak jua muncul sedari pagi
Dan, aku merasa bagai berada di alam yang kosong dan sepi
Di atas sebongkah batu sebesar gajah di tengah-tengah kali
Aku lentang berbaring lalu duduk bersila mesu diri pati geni
Tanpa cahaya, tanpa suara di tengah alam aku berserah diri
Dalam suana hening, gelap pekat, hitam kelam raibkan emosi
Saat wajah tengadah ke langit tanpa rona ada berkas cahaya
Berkelebat panjang berwarna merah kuning biru berupa-rupa
Menebar menyebar berpencar tersebar menghiasi jagad raya
Dan, sang Lintang,
Purnama puteri, munculkan wajah muka
Wajah jadi berbinar-binar, hatipun jadi bersinar-sinar merasa
Kehampaan, kegelapan, kekosongan dalam alam tanpa cahaya
Kembali benderang sang Mentari pagi pun sebarkan sinarnya
Yang segarkan, hidupkan
dan normalkan kembali marcapada
Tuhan, terimakasih atas
segala kasih, nikmat, dan karunia!
Rabu, 22 April 2015 WIB
Slamet Priyadi di
Pangarakan, Bogor
“ADA TAWA KUDA DI SUMUR TUA”
Karya : Slamet Priyadi 42
Malam
Jumat kliwon pukul dua belas tengah malam
Saat
hujan rintik-rintik membasahi daun-daun salam
Yang
pohonnya telah kutanam tiga tahun yang silam
Di
belakang rumah samping sumur tua berbatu alam
Ada
tawa ringkik kuda terdengar seram mencekam
Bersamaan
lampu padam malam pun jadi rasa kelam
Suara
tawa ringkik kuda belum juga henti
meredam
Sadarkan
bangunkan aku dari tidur suntuk semalam
Dari
dalam bilik kutatap sumur tua dan pohon salam
Yang
berada di belakang rumah di pekarangan dalam
Dan
di sana, ada sosok makhluk bergaun putih-putih
Ke luar dari dalam lubang sumur tua meringkik
lirih
Yang
suaranya bagaikan ringkikkan tawa kuda
putih
Kuda
miliknya tetangga sebelah rumah, Abang Mi’ih
Yang
kerjanya jadi pekatik kuda di rumah tuan Amih
Jantung
berdebar, kuduk berdiri kaki tak bisa berlari
Lihat
hantu tampakkan rupa wujudnya di malam sunyi
Di malam
jumat kliwon saat tengah malam jelang pagi
Dan,
aku jadi tak bisa tidur lagi sebab selalu dibayangi
Suara
tawa ringkikkan kuda di sumur tua milik priyayi
Kp. Pangarakan, Bogor
Jumat, 24 April 2015 – 23:01 WIB
“KITA ADALAH JIWA RAGA PIKIR
DAN RASA”
Karya : Slamet Priyadi
Kita adalah jiwa dan raga,
kita adalah pikir dan rasa
Di dalam jiwa raga dan di dalam pikir rasa ada karsa
Milik Dia Sang Khalik Maha Pencipta segala yang ada
Maka di dalam setiap melangkah, lambarilah diri kita
Dengan karsa Sang
Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa
Penuh pikir, penuh rasa kasih segenap jiwa dan raga
Kepada alam, khewan,
dan kepada sesama
manusia
Dan, Kepada Tuhan Sang Pencipta makhluk di dunia
Kita adalah jiwa,
sempurnakan jiwa dengan laku
jiwani
Mesu diri selalu berserah diri kepada Tuhan Ilahi Rabbi
Kita adalah raga, sempurnakan raga dengan laku ragawi
Mengendalikan dengan kuat segala nafsu-nafsu jasmani
Kita adalah pikir, sempurnakan pikir dengan memikiri
Selalu berikir matang
setiap langkah yang akan dijalani
Kita adalah rasa,
sempurnakanlah rasa dengan merasai
Merasakan sesuatu penuh penghayatan penuh ekspresi
Jiwa raga berjalan bersama, menghidupkan, mematikan
Pikir dan rasa berjalan
berdapingan ‘kan mendamaikan
Lakukanlah tugas segenap jiwa
raga penuh keikhlasan
Lakukanlah perintah dengan segenap pikiran perasaan
Jika segalanya dilakukan dengan segenap jiwa dan raga
Jika semuanya dikerjakan
dengan berpikir dan merasa
Dilakukan dengan penuh perilaku sikap ikhlas dan rela
Maka roda kehidupan dengan bermacam romantikanya
‘kan berjalan dengan tenteram, damai dipenuhi estetika
Kp. Pangarakan, Bogor
Minggu, 26 April 2015 –
02:13 WIB
“MAKA AKU UNGKAP ATMA DAN
RASA”
Karya : Slamet Priyadi
Di sepanjang
siang hingga Minggu sore di
hari ini
Hujan
lebat terus saja menggguyur Pangarakan bumi
Air
hujan mengalir deras di parit depan rumah Suadi
Padahal
tadi pagi cuaca cerah di sinari sang Mentari
Sementara
istri, anak, mantu, cucuku pergi rekreasi
Aku
tunggui rumah sambil duduk bersantai di kursi
Saksikan
acara televisi seraya nikmati secangkir kopi
Sambil
hisap sebatang rokok di jari-jemari tangan kiri
Di
saat deras hujan dan cuaca dingin yang ngegrigisi
Di
saat sendirian, dan rasa kesepian yang aku rasani
Gelora
atma dan rasa dalam jiwa, timbulkan inspirasi
Maka
kuungkap segala atma dan rasa itu lewat puisi
Di
televisi aku lihat para anggota dewan saling emosi
Berdebat saling adu argumentasi rasa benar sendiri
Bandar
narkoba tervonis mati, belum juga dieksekusi
Para
pemimpin, pejabat banyak yang terjerat
korupsi
Saat
hujan deras mulai reda, aku masih tatap televisi
Tapi
serasa kesadaran sirna dan aku terlelap di kursi
Dan,
tak ingat apa-apa lagi dengan segala yang terjadi
Sampai
aku dibangunkan keluarga yang baru
kembali
Kp. Pangarakan, Bogor
Minggu, 26 April 2015 – 17:17 WIB